Kamis, 15 November 2012

Sebuah Ibukota bernama Washington DC

Ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di ibukota Negara Amerika Serikat. Negara yang terkenal dengan label demokratisasi nya di dunia, Negara yang terkenal dengan adi daya nya dan juga Negara yang dulu hanya bisa kubayangkan seluk beluk nya lewat pelajaran bahasa Inggris ketika mondok di Pondok tercinta, Gontor Puteri. Subhanallah.. rasanya seperti mimpi ketika Allah menganugerahiku dengan kesempatan mengikuti International Visitors Leadership Program (IVLP) selama tiga minggu di AS untuk memantau jalannya Pemilu dan politik AS , itupun dengan mengelilingi tujuh Negara bagian yang mempunyai keunikan masing-masing.

Dengan dukungan berbagai pihak, terutama Dekan FISIP UIN Jakarta, tempatku mengabdi, aku pun bertekad untuk juga mendalami isu peran agama dalam politik/ Pemilu AS serta partisipasi perempuan dalam kancah politik di sana, sebagai bidang konsentrasiku selama ini. Tak terasa, perjalanan selama dua hari satu malam membawaku pada kota tujuan pertama dari rangkaian program ini, Washington DC.

Kota ini sungguh nyaman dan kondusif sebagai ibukota Negara. Gedung-gedung tinggi memang sering kita temui, layaknya Jakarta. Namun, satu hal yang sangat kusukai adalah tata kota nya yang asri dan nyaman. Di tiap sudut kota, kita bisa sangat mudah menemui berbagai taman kota, lengkap dengan pohon nan rindang, patung para pahlawan mereka, sejumlah kursi taman juga kicauan burung yang indah. Ditambah lagi dengan absennya asap kendaraan sebagai polusi udara yang sangat mudah kita temui di ibukota Jakarta, menjadikan kota ini sangat nyaman untuk ditempati, bahkan menjadi tujuan wisata para turis asing. Baru kuketahui bahwa DC itu adalah kepanjangan dari District of Columbus. Sehingga nama Washington DC diambil dari George Washington dan Christopher Columbus.

Washington DC terletak diantara Negara bagian Maryland dan Virginia. Ibukota ini tidak termasuk bagian dari Negara bagian manapun, sehingga tidak bisa mengajukan pilihannya untuk perwakilan senat, juga representatif di parlemen. Sebagai ibukota, urusan utama Washington DC adalah pada politik nasional dan internasional. Industri privat mereka adalah turisme, dengan angka sekitar 14-15 juta pengunjung yang datang ke kota ini tiap tahunnya. Sedangkan di bidang pendidikan, ibukota ini mempunyai 22 sekolah, ragam universitas dan juga berbagai museum, perpustakaan serta ragam masyarakat nya.

Salah satu tempat yang ku kunjungi sebagai langkah utama guna mengetahui historisitas mereka adalah National Mall. Ketika mendengar kata mall, sepintas aku membayangkan banyak nya mall-mall besar yang menjamur di ibukota, tanyaku pun hadir, apakah sama wajah nya dengan mall yang di maksud di Jakarta? Ternyata tidak. National Mall adalah sebuah area yang terletak diantara jalan ‘Constitution dan Independence’, membentuk tata kota, dengan hadirnya bangunan utama US di sebelah timur dan Lincoln Memorial di sebelah barat. Selain itu, masih banyak tempat wisata sejarah yang berlokasi ataupun dekat dengan National Mall. Ada gedung putih, monumen Washington, Galeri seni nasional, gedung Capitol AS (tempat kongres AS bersidang), Vietnam memorial (tempat untuk memperingati orang-orang Amerika yang gugur atau hilang ketika perang Vietnam), museum memorial Holocaust US dan juga memorial Thomas Jefferson (sumber dokumen IVLP).
Di ibukota Negara inilah rangkaian perjalanan kami, 16 partisipan dari Asia-Fasifik dimulai. Hari pertama diisi dengan pengenalan terhadap struktur pemerintahan US, desentralisasi nya dan pembagian kekuasaan, menjadi kekuasaan federal, negara bagian dan pemerintahan lokal di US yang diisi oleh Charles Spencer PhD, dosen bidang federalisme.

UUD yang diadopsi tahun 1787 memberikan kekuasaan eksekutif kepada Presiden yang masih bertahan hingga kini. UUD mengharuskan jabatan Presiden diisi oleh warga negara kelahiran Amerika yang minimal berusia 35 tahun. Pilpres diadakan tiap empat tahun sekali dan hanya boleh dua kali masa kerja sesuai amanat ke 21 yang diratifikasi tahun 1951. Gagasan pembagian kekuasaan serta keseimbangan lahir dari the federalist, yang merupakan karya penting mengenai filsafat politik dan pemerintahan yang pernah ditulis di AS. The federalist papers jugalah yang memberikan gagasan mengenai apa yang dikenal dengan check and balances. Anggota house of representatives hasil pilihan publik akan diawasi dan diimbangi oleh sebuah senat yang ditentukan oleh legislatif negara bagian (Amandemen UU yang ke 17 pada tahun 1913 mengubah aturan ini dengan menetapkan adanya pemilu bagi calon senator). Hal ini dibangun dengan argumen dari Alexander Hamilton, salah satu pemikir selain James Madison yang mempunyai buah fikiran akan sistem pemerintahan AS, bahwa “sebuah majelis yang demokratis harus diawasi oleh senat yang yang demokratis dan keduanya oleh Presiden yang demokratis pula).

Sedangkan gagasan pemisahan kekuasaan antara lembaga adalah sebagai upaya menghindari tirani dari kekuasaan yang terpusat. Namun federalist paper juga melihat bahwa ada kebajikan lain, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintahan. Karena terpisah, maka mereka akan mengembangkan keahlian dan peran masing-masing, hal yang nampak mustahil jika lembaga tersebut digabung (diambil dari buku Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, Deplu AS). Charles pun melontarkan pertanyaan, dalam demokrasi modern, lantas bagaimana pemerintahan nasional memberikan kepercayaan pada semua negara bagian untuk mengatur tiap permasalahan? Jawabnya adalah bahwa mereka mengupayakan standarisasi nasional. Misal dalam kesehatan publik, pendidikan dan juga keamanan, maka ada standarisasi bersama. Tiap negara bagian boleh memiliki aturan masing-masing, namun ada standarisasi nasional yang diamini bersama. Hanya kongres yang bisa membuat pola pemerintahan baru dan juga mempunyai kekuatan untuk mendeklarasikan perang dibawah payung konstitusi.

Pada pola judicial, terdapat district court di tiap negara bagian, agar tiap negara bagian bisa menyelesaikan permasalahan hukum dan juga tidak segala urusan diselesaikan di pusat. Seorang hakim hanya bisa berhenti dari posisi nya karena kematian atau pengajuan pengunduran diri serta pensiun. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di AS dan satu-satunya yang dibentuk oleh Konstitusi. MA mempunyai hak yuridis asli hanya dalam dua macam kasus: yang melibatkan orang-orang penting asing dan yang melibatkan negara bagian. Sedangkan kasus lain, bisa sampai ke meja MA karena banding dari pengadilan yang lebih rendah. Mekanisme pembagian kekuasaan ini mengingatkanku pada pola pemerintahan yang kita anut. Meski demikian, sistem multipartai yang kita anut, jelas berbeda dengan sistem dua partai di Amerika Serikat, walau banyak juga beberapa pihak di AS mempertanyakan sistem dua partai yang tidak mencerminkan keberpihakan atas ragam aspirasi yang ada.

Sekilas pengetahuan tentang pemerintahan AS hari itu, membawaku untuk menyimak dan melihat kembali perbandingan yang ada dari dua Negara, yaitu Indonesia dan AS. Lebih penting lagi adalah mekanisme Pemilu di dua Negara yang katanya mempraktekkan demokratisasi. Ah, Washington DC semakin menarik menjelang siang. Tiba waktunya untuk berkeliling, menikmati kudapan makan siang, serta menjelajahi sudut lain dari ibukota negara ini.

Ana Sabhana Azmy
Oktober 2012.