Rabu, 28 Maret 2012

Tentang Rasa...

Tiba-tiba kata RASA menjadi perhatianku pagi ini. Bermula dari perjalananku hari ini menuju kantor, yang terletak di bilangan Pulo Asem, Jakarta Timur. Sebelum menggunakan sarana trans Jakarta busway, aku menelusuri jalan-jalan ‘tikus’ yang ada di daerah Jakarta Selatan, hingga sampai pada sebuah jalan raya. Ada sebuah sekolah Madrasah Ibtidaiyah yang selalu ramai tiap aku lewati. Ya, ternyata seluruh murid nya tengah menikmati jam istirahat mereka. Perhatianku pun tertuju pada seorang tukang es yang menjual aneka ragam minuman dengan porsi anak-anak tentunya. Saat aku melewatinya, ia tengah menuangkan salah satu merk minuman bersoda ke dalam plastik dan seketika berubah menjadi biru. Entahlah apa yang ia taruhkan sebelum minuman bersoda itu ia tuangkan. Yang jelas, aku melihat bahwa mendadak minuman di plastik itu berwarna biru. Disamping tukang es tersebut, jongkoklah seorang murid SD yang terlihat sedang menanti rampung nya racikan minuman tersebut dengan tidak sabar.

Bagi anak SD tersebut, tentu tidak penting apa yang dituangkan oleh tukang es bertopi tersebut. Hal yang penting bagi sang anak, hanyalah RASA es tersebut enak dan dingin serta menarik karena berwarna. Sudah bisa dipastikan, bahwa konsep RASA bagi anak kecil, banyak berkutat pada makanan dan minuman. Tidak heran banyak penjaja makanan dan minuman di sekolah-sekolah yang ‘memodifikasi’ bentuk jualannya menjadi warna warni atau bahkan berpengawet kadar tinggi dengan rasa yang penting enak dilidah. Konsep RASA menjadi sangat dilematis bagi mereka. Jika satu kali saja sang bocah mengatakan bahwa ‘ah, rasa makanan itu kan nggak enak, nggak menarik lagi, beli yang lain aja yuk’, maka sudah bisa dipastikan bahwa dagangan pedagang keliling tersebut tidak akan laku. Ya setidaknya jika ia kerap kali mangkal di satu sekolah yang sama. Namun sebaliknya, jika dagangan itu enak, murah dan berpenampilan menarik menurut anak-anak, maka sudah bisa dipastikan ia akan memanggil teman-temannya untuk membeli dan mencicipi makanan atau minuman tersebut.

Konsep RASA akan menjadi berbeda bagi kalangan remaja, yang tengah menikmati sejuta pengalaman mereka di umur yang belia dan mengasyikkan. Bagi banyak kalangan remaja, kata RASA kerap kali diidentikkan dengan curhat tentang cinta pertama, atau bahkan menemukan gebetan di lingkungan sekolah dan organisasi. Tak jarang musik tentang putih abu-abu didengungkan oleh beberapa penyanyi Indonesia. Sebut saja lagu Kisah Kasih di Sekolah yang dinyanyikan oleh Obbie Messakh, atau juga girl band masa kini yang menyanyikan lagu putih abu-abu sebagai hits andalannya. Jelas sekali bahwa konsep RASA bagi kalangan ini adalah tentang kasih, perhatian, cinta dan sejuta pengalaman lain di usia sebelum 17 tahun atau menginjak 17 tahun.

Selain kalangan anak-anak dan remaja, konsep RASA menjadi semakin berubah ke arah pematangan bahasa, ketika menyentuh kalangan dewasa. Kalangan ini sudah bisa melindungi dirinya dari konsep RASA mengenai makanan atau minuman, dan bahkan konsep RASA mengenai cinta. Bagi kebanyakan mereka, pendewasaan diri adalah dewasa juga dalam arti RASA yang sebenarnya. Karenanya, sering kita temukan bahwa kalangan dewasa sudah mulai berfikir akan pola hidup sehat dan juga ragam rencana masa depan yang matang. Meski demikian, sisi kekanak-kanakkan seseorang tentu tidak pernah berubah. Selalu saja ada RASA yang mendorong kita untuk sesekali bertingkah ‘aneh’ atau out of the box dari kebanyakan konsep hidup orang dewasa.

Tentang RASA mulai masuk pada masa masak, ibarat telor yang direbus, sudah masak jika sudah ada beberapa bagian kulit telurnya yang retak, adalah pada masa lepas dewasa. Seperti hal nya ketika sudah menjadi orang tua, atau bahkan manula. Ketika menjadi orang tua, maka RASA akan lebih bergeser pada konsep tentang kasih sayang sejati, penghidupan yang layak bagi keluarga, kebahagiaan seluruh anggota keluarga dan harmonisasi. Orang tua tidak akan rela membiarkan anak nya makan makanan yang tidak bersih dan higienis, karena takut sakit perut. Orang tua tidak akan rela melihat anaknya tidak dapat bersekolah dan mengakses fasilitas pendidikan yang layak, seperti mungkin pengalamannya ketika masa dulu. Orang tua akan mengusahakan apapun agar anaknya bisa mempunyai mainan yang bagus, seperti teman-teman nya yang lain. Bahkan, orang tua tak tega melihat anaknya hidup sengsara seperti yang dialaminya. Pasangan yang telah bercerai pun tak tega memperlihatkan kemarahan dan adu perbedaan mereka di depan anaknya, dengan alasan RASA sayang mereka pada buah hati. Itulah RASA kasih sayang sejati, yang bukan hanya diartikan sebagai kasih nya dua insan mencinta yang tengah mabuk asmara, namun lebih dari itu.

Akhirnya, tentang RASA membawaku pada sebuah perenungan, bahwa pada level apapun kita berdiri saat ini, entah anak kecil, remaja, dewasa atau bahkan sebagai orang tua, nikmatilah dengan sikap yang bijak. Bijak menempatkan RASA pada tatarannya masing-masing, tanpa menyalahgunakan RASA yang telah diberikan oleh Allah pada seluruh makhluk ciptaannya di dunia ini.

Wallahu a’lam bisshowab.
Jakarta, 28 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar