Jumat, 13 Januari 2012

Car Free Day Ala Kota Solo

Ternyata tidak cuma kota Jakarta yang menerapkan car free day alias hari bebas mobil, kota Solo pun menerapkan aturan tersebut tiap hari minggu. Namun, suasana car free day di Solo jelas beda dengan Jakarta. Itulah yang kurasakan di minggu pagi ini.
Aku dan sahabatku memutuskan untuk berangkat pukul 06.30 WIB dari tempat kost di daerah Pabelan menuju Jalan Slamet Riyadi. Setelah melewati kawasan yang lebih dikenal dengan sebutan kampung batik laweyan di sekitar jalan Rajiman, kami pun sampai di kawasan car free day yang dimaksud. Temanku menjelaskan bahwa kampung batik laweyan adalah salah satu tempat ngebatik bagi insan yang ingin mengetahui pembuatan sebuah batik.

Begitu temanku selesai memarkirkan motor, aku langsung menghampiri salah satu petugas dari Dinas Perhubungan yang tengah berjaga pagi itu dan menanyakan awal mula pemberlakukan car free day di Kota Solo. Berdasarkan informasi yang berhasil aku dapatkan, car free day ini diberlakukan dari pukul 05.00-09.00 WIB. Tujuannya sama dengan Pemda DKI Jakarta, yaitu mengurangi tingkat polusi asap kendaraan. Jarak tempuh car free day di kota Solo ini kurang lebih sepanjang tujuh km, mulai dari Gladak hingga Juanda. Pemberlakukannya pun sudah berlangsung selama kurang lebih satu tahun sejak dibawah pemerintahan Joko Widodo. Tanpa membuang waktu, aku dan temanku mulai menyusuri jalan-jalan yang diplot sebagai daerah bebas mobil dan motor. Seru sekali rasanya menikmati hari bebas kendaraan bermotor di kota ini. Ada beberapa hal yang tentunya membedakan suasana car free day di sini dengan di Jakarta. Terlihat beragam jajanan makanan yang dijual sepanjang jalan bebas kendaraan ini. Bukan hanya menjajakan, bahkan suasana makan sambil duduk lesehan pun tersedia di sepanjang jalan ini. Waw, di sinilah sensasi unik dan seru dari minggu pagi di sebuah kawasan car free day kota nan damai ini.

Selang beberapa menit, kami sampai di kerumunan massa. Ternyata massa yang ada tengah mengagumi dan memperhatikan tiap desain dan interior juga mesin yang ada pada mobil ‘Kiat Esemka’. Ya, mobil buatan para murid SMK kota Solo ini memang membuat decak kagum masyarakat Indonesia. Aku pun tidak membuang kesempatan yang ada untuk bisa menjelajahi kehebatan mobil ini. Sekilas, mobil yang berwarna hitam mengkilap dan diparkir di depan rumah dinas Joko Widodo/ Jokowi ini mirip seperti mobil CRV dengan mobil terbarunya. Namun, mobil ini terkesan lebih panjang pada body nya. Selain bodi, mobil ini berdaya tampung delapan orang dewasa dengan interior nya yang lapang. Di sisi kiri-nya, ada tulisan Kita Esemka berwarna putih. Total ada empat mobil Kiat Esemka yang ‘dipajang’ pagi hari itu. Tanpa membuang waktu, aku dan temanku berpose di depan mobil yang patut kami acungi jempol ini. Beberapa murid dari SMK Solo tersebut terlihat bertugas di lapangan untuk menjelaskan komponen-komponen yang dipakai oleh mobil nan gagah itu.

Selain ‘pajangan’ mobil Kiat Esemka, aku juga melewati Taman Sriwedari. Meski tidak memasukinya, namun pemandangan gerbang depan taman tersebut sangat indah, dengan keberadaan senjata meriam tempo doeloe. Beragam makanan pun di jajakan, seperti bakso bakar, nasi pecel, leker Solo, bolu batik (yaitu bolu yang hiasan ukirannya khas bercorak batik), es sari kacang hijau dan masih banyak lagi yang tentunya sangat menggoda untuk segera disantap. Bahkan terlihat salah satu merk kosmetik dan asuransi yang turut memajang produk mereka dan menawarkan brosur nya kepada pejalan kaki. Tidak hanya itu, akhirnya aku dan temanku menemukan salah satu barang unik yang dapat disewa, yaitu becak mini. Kami pun memutuskan untuk menyewa becak yang dibandrol dengan harga Rp.5.000,- untuk waktu 10 menit. Salah satu dari kami ada yang mengayuh dan ada juga yang dibonceng. Jadilah kami berdua seperti tukang becak dan pelanggannya, hehe. Becak mini itu unik karena mempunyai warna yang sangat mentereng dan bentuknya memang mini. Selain kami, terlihat juga satu keluarga kecil yang menyewa becak itu untuk berkeliling di kawasan car free day ini.

Keunikan lain dari car free day yang ada di kota Jakarta adalah, keberadaan para komunitas, baik mahasiswa maupun penari modern yang ingin menunjukkan eksistensi diri mereka. Salah duanya adalah mahasiswa/i jurusan sosiologi UNS yang tengah bermusik dan komunitas Urban Step Dance Studio yang menujukkan keahlian mereka dalam tarian urban/modern. Ada juga pentas seni yang diisi dengan nyanyian-nyanyian semangat harapan bahwa tahun 2012 adalah tahun tanpa korupsi dan kekerasan. Tidak hanya jualan makanan dan seni musik yang ditampilkan di minggu pagi ini, namun ternyata car free day di kota Solo juga merupakan ajang berkumpul

bagi para pencinta binatang, khususnya anjing. Terdapat beragam jenis anjing yang dibawa oleh para pemiliknya, mulai dari anjing kecil yang lucu hingga anjing pengawas yang biasa di pakai pihak Kepolisian untuk bertugas mencari sebuah jejak buron atau lainnya. Jam pun menunjukkan pukul 08.30 WIB, pertanda 30 menit lagi car free day akan berakhir. Berhubung perut sudah berbunyi tanda lapar, akhirnya kami pun memutuskan untuk menyantap soto ayam ala lesehan. Sambil sarapan pagi, tanpa di duga-duga, rombongan drumband yang diisi oleh anak-anak sekolah, mulai SD hingga SMP memenuhi sebagian jalan dengan memainkan masing-masing alat yang mereka pegang.

Alhamdulillah, minggu pagi ini begitu berwarna. Setelah malamnya kota Solo diguyur hujan, pagi ini cuaca terlihat cukup bersahabat. Setelah soto ayam yang menjadi menu sarapan pagi kami ludes, leker Solo yang cukup dibandrol dengan harga Rp.1000,- menarik hatiku untuk membelinya. Bukan karena aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya sebuah leker, namun cara masak dan alat yang digunakanlah yang menarikku untuk membelinya. Coba tebak, bagaimana sang penjual membuat leker yang terdiri dari berbagai rasa itu? Ternyata, cukup dengan teflon sederhana, yang biasa kita gunakan untuk memasak telor ceplok. Penjual leker itu menggunakan teflon tersebut dengan cara membalikkannya, untuk kemudian dilumuri oleh adonan tepung khas leker. Wow, sungguh kreatif. Alat sederhana yang harganya tidak mahal, dapat digunakan untuk membuat leker nan lezat juga murah. Aku pun berfikir, jika harga seribu rupiah dipandang sebagai harga yang murah, maka kebanyakan orang pasti akan berfikir untuk langsung membeli leker dengan total lima ribu rupiah atau bahkan lebih. Nah, jika di kali dua puluh orang saja, sudah berapa uang yang bisa dihasilkan? Belum lagi jika kita menghitung berapa banyak orang yang datang untuk membeli leker Solo itu dari pukul 05.-00-09.00 WIB? Subhanallah, menarik juga ya berbisnis, hehe.
Tanpa terasa, waktu sudah menujukkan pukul 09.00 WIB, tanda pemberlakukan car free day akan berakhir. Para warga pun berangsur-angsur berjalan menuju parkiran kendaraan mereka, tanda bersiap pulang. Minggu pagi ini terasa sangaaat indah, seindah hatiku merasakan kedamaian dan kehangatan kota Solo.

08 Januari 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar